Minggu, Oktober 19

5 Hal yang Perlu Kamu Ketahui Tentang Tubal Occlusion

Setidaknya 18% wanita di Amerika Serikat menggunakan metode sterilisasi wanita sebagai cara kontrasepsi mereka — menjadikannya pilihan paling umum di negara tersebut bagi pasangan yang ingin mencegah kehamilan.

Salah satu metode sterilisasi paling sering dilakukan adalah tubal occlusion, yang juga dikenal dengan istilah “ikat saluran tuba” karena mencegah kehamilan dengan menutup saluran tuba falopi.

Berikut 5 hal penting yang perlu kamu ketahui tentang prosedur ini.

1. Beda dengan Tubal Ligation

Meskipun sering dianggap sama, tubal occlusion dan tubal ligation adalah dua prosedur berbeda.

Tubal ligation dilakukan melalui pembedahan di area perut untuk menemukan saluran tuba. Setelah itu, saluran tuba akan dipotong, diikat, atau dibakar (kauterisasi) agar telur tidak bisa bertemu sperma.

Tubal occlusion tidak memerlukan sayatan besar. Dokter akan memasukkan gulungan logam kecil (koil) melalui kateter ke dalam saluran tuba. Tubuh kemudian akan membentuk jaringan parut di sekitar gulungan itu, menutup saluran tuba secara permanen.

2. Efektif, Tapi Tetap Memiliki Risiko

Prosedur ini termasuk efektif dengan tingkat kegagalan hanya sekitar 0,5%. Sebagian besar wanita bisa kembali beraktivitas normal dalam beberapa hari setelah tindakan.

Namun seperti operasi lainnya, tubal occlusion memiliki risiko, antara lain:

  • Pendarahan,
  • Infeksi,
  • Cedera pada kandung kemih atau usus besar.

Selain itu, risiko paling serius adalah kehamilan ektopik, yaitu kondisi ketika sel telur menempel di luar rahim.
Ini merupakan keadaan darurat medis yang berbahaya bagi ibu maupun janin.

3. Dapat Mengubah Siklus Menstruasi

Sterilisasi wanita mencegah kehamilan, tapi tidak memengaruhi kadar hormon seperti estrogen.
Tubuh masih tetap memproduksi hormon dan melepaskan sel telur setiap bulannya.

Artinya, kamu masih akan mengalami menstruasi, tetapi siklusnya bisa berubah.
Sebagian wanita melaporkan menstruasi lebih panjang, lebih banyak darah, atau kram yang lebih kuat setelah menjalani prosedur ini.

4. Masih Perlu Menggunakan Kontrasepsi Sementara

Sebelum menjalani operasi, kamu tetap perlu menggunakan alat kontrasepsi sampai hari prosedur dilakukan untuk mencegah kehamilan.

Setelah operasi, kamu juga perlu melanjutkan kontrasepsi sampai siklus menstruasi berikutnya untuk memastikan saluran tuba sudah benar-benar tertutup sepenuhnya.

⚠️ Catatan penting: Tubal occlusion tidak melindungi dari penyakit menular seksual (PMS).
Untuk itu, kamu tetap perlu menggunakan kondom atau pengaman lain saat berhubungan seksual.

5. Sulit untuk Dibalik (Reversal)

Sekitar 10% wanita yang menjalani sterilisasi dilaporkan menyesalinya di kemudian hari — angka ini bervariasi tergantung usia dan faktor lainnya.

Tubal occlusion dirancang sebagai metode permanen untuk mencegah kehamilan.
Prosedur untuk membalikkan (reversal) sangat rumit, mahal, dan berisiko tinggi menyebabkan kehamilan ektopik.

Tingkat keberhasilan pembalikan juga tergantung pada metode occlusion yang digunakan dokter.
Oleh karena itu, pastikan kamu mempertimbangkan keputusan ini dengan matang dan memahami konsekuensinya sebelum operasi dilakukan.

Kesimpulan

Sterilisasi wanita seperti tubal occlusion bekerja dengan cara menghalangi pertemuan sperma dan sel telur, sehingga mencegah kehamilan secara permanen.
Metode ini berbeda dengan tubal ligation yang menutup saluran tuba melalui pembedahan langsung — pada tubal occlusion, penyumbatan dilakukan menggunakan gulungan logam kecil (koil).

Sebelum menjalani prosedur ini, penting untuk:

  • Memahami risiko dan efek sampingnya, seperti pendarahan dan kehamilan ektopik,
  • Mengetahui bahwa menstruasi bisa berubah,
  • Dan bahwa kamu masih perlu kontrasepsi tambahan sementara setelah operasi.

Karena sifatnya permanen dan sulit dibalik, pastikan keputusan ini benar-benar kamu inginkan dan konsultasikan secara menyeluruh dengan dokter kandungan.